Showing posts with label Pemikiran Politik Barat. Show all posts
Showing posts with label Pemikiran Politik Barat. Show all posts

Thursday, July 28, 2016

Pengertian Politik Menurut Plato, Socrates, Aristoteles

Perkembangan pengertian dan teori ilmu politik terbagi menjadi beberapa fase, kali ini saya akan menjelaskan mengenai pengertian dan konsep teori ilmu politik pada zaman klasik. Pemikiran politik di zaman klasik ini didominasi oleh filsuf-filsuf terkemuka seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Berikut ini pandangan mereka mengenai teori politik. 

Pengertian Politik Menurut Plato, Socrates, Aristoteles

(1) Teori Politik Socrates
Socrates memiliki kepribadian sebagai seorang teoritikus politik yang berupaya jujur, adil dan rasional dalam hidup kemasyarakatan dan mengembangkan teori politik yang radikal. Namun keinginan dan kecenderungan politik Socrates sebagai teoritikus politik membawa kematian melalui hukuman mati oleh Mahkamah Rakyat (MR). Metode Socrates yang berbentuk Maieutik dan mengembangkan metode induksi dan definisi. Pada sisi lain Socrates memaparkan etika yang berintikan budi yakni orang tahu tentang kehidupan dan pengetahuan yang luas. Dan pada akhirnya akan menumbuhkan rasa rasionalisme sebagai wujud teori politik Socrates.

(2) Teori Politik Plato
Filsafat politik yang diuraikan oleh Plato sebagai cerminan teori politik. Dalam teori ini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga bagian yaitu, Pikiran atau akal, Semangat/keberanian dan Nafsu/keinginan berkuasa.Plato memiliki idealisme yang secara operasional meliputi : Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada penghidupan etik, Pengertian matematik, Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat intelektual dan rasional, Teori tentang negara ideal, Teori tentang asal mula negara, tujuan negara, fungsi negara dan bentuk negara, Penggolongan dari kelas dalam negara, Teori tentang keadilan dalam negara dan Tori kekuasaan Plato.

(3) Teori Politik Aristoteles
Teori politik Aristoteles bernuansa filsafat politik yang meliputi : Filsafat teoritis, Filsafat praktek dan Filsafat produktif. Teori negara yang dinyatakan sebagai bentuk persekutuan hidup yang akrab di antara warga negara untuk menciptakan persatuan yang kukuh. Untuk itu perlu dibentuk negara kota (Polis). Asal mula negara, Negara dibentuk berawal dari persekutuan desa dan lama kelamaan membentuk polis atau negara kota. Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara merupakan kebaikan yang tertinggi. Aristoteles berpendapat sumbu kekuasaan dalam negara yaitu hukum.Oleh karena itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna. Sedangkan warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan.

Thursday, May 19, 2016

Pemikiran Politik Hegel Tentang Negara

Negara merupakan roh absolut (Great Spirit atau Absolut Idea) jadi negara bersifat absolut yang dimensi kekuasaannya melampaui hak-hak transendental individu. Gagasan Hegel mengenai Roh Absolut dipengaruhi oleh pemikiran kristiani (protestanisme), yaitu mengenai roh kudus dalam doktrin trinitas. Juga, mensakralkan negara dan menganggapnya sebagai ‘derap langkah Tuhan’ di bumi. Sehingga, bahwa pemegang kekuasaan merupakan pemegang veto atas pribadi-pribadi dan menjelma menjadi pemegang kemauan umum – mirip dengan konsep Rosseau ‘perwujudan kemauan kolektif’ (general will)

Pemikiran Politik Hegel, Konsep Negara menurut Hegel, Pemikiran Politik Barat,


Hegel mengakui adanya sistem parlementer akan tetapi tidak mengikat karena kekuasaan kepala negara bersifat mutlak. Hegel berpendapat bahwa negara bukanlah alat kekuasaan, akan tetapi negara merupakan tujuan itu sendiri. (bukan negara yang mengabdi kepada negara namun sebaliknya Negara mengabdi kepada kepentingan umum)

Negara bersifat unik karena ia memiliki logika yang membedakannya dengan organ politik yang lainnya. Bisa saja negara kemudian membatasi kebebasan individu dengan asumsi bahwa individu tidak memiliki makna dalam totalitas negara, sehingga sangat tidak dimungkinkan individu bisa menjadi kekuatan oposisi yang melawan negara. Hal tersebut bukan berarti Hegel tidak mengakui adanya kebebasan individu, namun menurutnya kebebasan tidaklah harus selalu berkonotasi demokrasi.

Hampir mirip dengan pemikiran Machiavelli dan Hobbes yang menganggap manusia memiliki watak kebinatangan ‘manusia sebagai serigala bagi manusia lainnya’ jadi kebebasan manusia harus dibatasi. Seandainya pun manusia diberi kebebasan haruh berada di bawah kontrol kekuasaan.

Hegel menganut prinsip keharmonisan sosial Social Equilibrium (keseimbangan  sosial), ada keselarasan aspirasi individu dengan aspirasi sosial. Tidak boleh ada kontradiksi antara kepentingan individu dengan etika dan tatanan sosial. Hanya manusia yang bermoral tinggi saja yang akan mampu mengaktualisasikan kebebasan sebagai suatu realitas sosial.

Pemikiran Hegel tentang negara mengundang interpretasi yang berbeda dari berbagai kalangan. Ada kelompok yang menganggap pemikiran Hegel tentang negara inilah yang mengilhami lahirnya negara Totaliter, sementara kelompok lain menganggap pemikiran Hegel tentang negara memberi acuan bagiberkembangnya negara liberal dan sosialis yang mewamai konsep negara modern.

Dalam tulisannya “The Philosopphy of Right” Hegel berpendapat bahwa Negara bagi Hegel adalah suatu organisme yang mengaktualkan Ide etis dan pikiran objektif diatas bumi. Kesimpulan ini didasari oleh pandangan Hegel yang mengatakan, kedua alam (dari keduniaan dan alam kebenaran) ini berada pada posisi yang berbeda, tetapi keduanya berakar pada satu kesatuan yang tunggal, Ide.

Tuesday, March 29, 2016

Konsep Public Sphere menurut Jurgen Habermas

Konsep public sphere pada awalnya bermula dari sebuah esai Jurgen Habermas pada tahun 1962 berjudul The Structural Transformation of The Public Sphere. Dalam esai tersebut, Habermas melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah itu disebutnya sebagai “public sphere”, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas. Ini merupakan sejarah praktek sosial, politik dan budaya yakni praktek pertukaran pandangan yang terbuka dan diskusi mengenai masalah-masalah kepentingan sosial umum.



Penekanannya mengenai pembentukan kepekaan (sense of public), sebagai praktik sosial yang melekat secara budaya. Orang-orang yang terlibat di dalam percakapan public sphere adalah orang-orang privat bukan orang dengan kepentingan bisnis atau profesional bukan pula pejabat atau politikus.

Menurut Habermas sebagaimana dikutip Oliver Boyd-Barret (1995), tidak ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, bahkan juga ilmu pengetahuan. Struktur masyarakat yang emansipatif dan bebas dari dominasi dimana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan adalah struktur ideal.

Apa yang ingin disampaikan oleh Habermas adalah mengenai sistem demokrasi. Habermas yakin bahwa sebuah ruang publik yang kuat, terpisah dari kepentingan-kepentingan pribadi, dibutuhkan untuk menjamin tercapainya keadaan ini. Ruang publik yang dipahami Habermas bukanlah prinsip yang abstrak melainkan sebuah konsep yang praktis, tepatnya culturally-embedded social practice.

Habermas mengangkat obrolan di coffe house (Inggris) abad 18, salon (Prancis) dan tichgesllschaften (Jerman) sebagai ruang publik. Disitulah forum yang ideal tempat berbagai gagasan didiskusikan secara terbuka. Komentar-komentar yang ada dalam berbagai pemberitaan diperdebatkan.

Pada akhirnya, opini yang tercipta mampu mengubah berbagai bentuk hubungan dan struktur sosial kemasyarakatan baik di kalangan kaum aristrokrasi maupun lingkungan bisnis pada umumnya. Ruang publik seperti ini menurut Garnahm, bertujuan membebaskan diri dari pengaruh kekuasaan gereja maupun negara.

Bagaimanapun banyak dari Tischgesellschaften, salons, dan coffe house mungkin berbeda dalam ukuran dan komposisi publik mereka, gaya cara bekerja mereka, puncak perdebatan mereka, dan orientasi topik mereka, mereka seluruhnya mengorganisasikan diskusi diantara masyarakat privat yang cenderung terus menerus, sebab itu mereka memiliki sejumlah kriteria institusional umum (Jurgen Habermas :1993).