Dalam islam aktivitas politik disebut dengan Siyasah Syar'iyyah, berikut ini penjelasan selengkapnya.
Siyasah
Syar’iyyah, menurut batasan Ahmad Fathi Bahansi adalah
pengaturan kemaslahatan manusia berdasarkan syara’.[1]Siyasah Syar’iyyah merupakan otoritas pemerintah untuk membuat
kebijakan yang dikehendaki kemaslahatan, melalui aturan yang tidak bertentangan
dengan agama, meskipun tidak ada dalil tertentu (yang mengaturnya).[2]Dalam arti seseorang yang menjadi wakil rakyat diharuskan
untuk membuat kebijakan melalui ijtihad, dikarenakan ijtihad merupakan suatu
hal yang penting dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. hal ini
dikarenakan karena ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah
ayat-ayatnya terbatas kuantitasnya dan tidak mungkin bertambah lagi, sementara
persoalan-persoalan baru yang dihadapi manusia terus bermunculan seiring dengan
perkembangan zaman, maka diperlukan ijtihad untuk mencari ketetapan hukumnya
yang belum ditemukan ketentuannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.[3]
Yang menjadi hakikat dari siyasah syar’iyyah yaitu bahwa siyasah syar’iyyah berhubungan dengan
pengurusan dan pengaturan kehidupan manusia, pengaturan tersebut dilakukan oleh
pemegang kekuasaan, dimana bertujuan untuk menciptakan kemasalahatan yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam Islam pemerintahan adalah amanat
yaitu amanat yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah untuk dilaksanakan
sebaik-baiknya. Sebagai manusia yang sama-sama mengemban tugas kekhalifahan,
laki-laki dan perempuan diperintahkan oleh Tuhan untuk saling bekerja sama,
bahu membahu dan saling mendukung dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar demi
menciptakan tatanan dunia yang baik, benar dan indah dalam ridha Allah.[4]
Dalam Islam lembaga yang mempunyai tugas
mengatur kehidupan masyarakat disebut dengan Ahl al-hall wa al-‘aqd,sedangkan dalam hukum positif di Indonesia
disebut dengan dewan perwakilan rakyat atau dikenal dengan nama lembaga
legislatif.Lembaga ini bertugas untuk membentuk suatu hukum yang akan
diberlakukan di dalam masyarakat demi kemaslahatan. Karena menetapkan syariat
sebenarnya hanyalah wewenang Allah SWT, maka wewenang dan tugas lembaga
legislatif
hanya sebatas menggali dan memahami sumber-sumber syariat dan menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Selain itu, undang-undang dan
peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti
ketentuan-ketentuan syariah.[5]
Menurut
Al-mawardi lembaga legislatif dalam Islam mempunyai wewenang yaitu, mengarahkan
kehidupan masyarakat kepada yang maslahat, membuat undang-undang yang mengikat
kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh
Al-qur’an dan Sunnah, tempat konsultasi imam
di dalam menentukan kebijakan, serta mengawasi jalannya pemerintahan.[6]
[1] A. Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat
dalam Rambu-rambu Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 1.
[2] Mujar Ibnu Syarif dan Khamami
Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran
Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), hlm. 20.
[3]Ridwan HR, Fiqh Politik Gagasan, Harapan, dan Kenyataan (Yogyakarta: FH UII
Press, 2007), hlm. 97.
[4] Badriyah Fayumi, dkk, Keadilan dan Kesetaraan Gender (Perspektif
Islam), (Jakarta: Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama
RI, 2001), hlm. 30.
[5] Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi
Negara dalam Perspektif Fikih Siyasah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm.
137-138.
[6] A. Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat
dalam Rambu-rambu Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 76.
Terimkasih sudah berkunjung, mari berdiskusi di blog kami. Kajian Politik itu seru dan dinamis. Jadi, lihatlah disekeliling anda, fenomena politik akan senantiasa kita jumpai.
EmoticonEmoticon