Tuesday, December 20, 2016

Pengertian Kekuasaan & Dimensi Kekuasaan

Salah satu kajian dalam ilmu politik adalah mempelajari tentang “KEKUASAAN”, terdapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa politik merupakan cara bagaimana merebut dan mempertahankan suatu kekuasaan. Maka pada artikel kita kali ini akan membahas mengenai apa itu pengertian kekuasaan beserta dimensi-dimensi kekuasaan.

Dalam mendefinisikan kekuasaan kita harus melihat dari beberapa sudut pandang (point of view) atau perspektif dalam memandang apa itu kekuasaan? Setidaknya ada 4 pendekatan yang bisa kita gunakan dalam mendefinisikan pengertian dari kekuasaan, berikut ini diantaranya :


Pengertian Kekuasaan Menurut Para Ahli

Pertama, Pendekatan one dimension view of power (Kubu Pluralis)

Persepektif satu dimensi ini menjelaskan sebuah kondisi dimana salah satu kelompok didominasi oleh kelompok yang lain, sehingga kelompok yang didominasi tidak bisa melakukan apapun tanpa ada “perintah” dari kelompok yang mendominasi.

Berkaitan dengan konsep kekuasaan potensial dan aktual, menurut Ratnawati dan Dwipayana (2005), dalam melakukan analisisnya, penganut pliralisme menggunakan behavioralisme yang mempunyai sifat empiris dan observable, sehingga lebih menekankan pada analisa aktor. Metodenya lebih menekankan pada studi tingkah laku (behavior) yang konkret dan dapat diamati dari para aktor dala pembuatan keputusan atas isu-isu kunci atau penting yang melibatkan konflik aktual dan bisa diamati. Para penganut pluralis dalam mengidentifikasi kekuasaan adalah dengan mempelajari proses pembuatan kebijakan karena dalam pendangan ini pembuatan kebijakan merupakan konflik langsung dan bias diamati. Kaum pluralis beranggapan bahwa kepentingan harus dipahami sebagai preferansi, sehingga konflik kepentingan dianggap sebagai konflik preferensi. Dalam melakukan analisa terhadap kekuasaan, factor yang paling penting adalah konflik, dimana ada kompetisi dan ada disharmoni antara aktor yang mempunyai kepentingan yang berlawanan sehingga pengamatan dapat secara lebih mudah dilakukan. Namun keseluruhan pengamatan terhadap objek, diasumsikan dilakukan oleh objek dalam keadaan sadar terhadap konsekuensi-konsekuensi tindakan untuk memperoleh preferensi.

Pendekatan pluralis melihat arena politik sebagai sebuah sistem terbuka dengan kesempatan yang sama dengan semua orang untuk dapat terlibat, bukan hanya berputar disebuah elite saja. Setiap orang akan ikut terlibat dan berpartisipasi dalam proses kebijakan, apabila merasa terkait dengan satu isu dan ingin menyampaikan pendapatnya mengenai isu tersebut.

Jadi dalam pandangan pluralis ini untuk memahami kekuasaan adalah dengan melihat aktor sebagai komponen utama analisisnya. Semakin sering banyak seorang aktor menggunakan sumber-sumber kekuasaan dengan intensitas yang tinggi dalam mempengaruhi keputusan politik guna memperoleh preferensinya maka dapat dikatakan semakin besar pula kekuasaan dari seorang aktor tersebut.

Kedua, Pendekatan two dimensi of power (Kubu Pengkritik Pluralis)

Pendekatan yang digunakan oleh kubu kedua ini sering disebut pendekatan elit atau pendekatan dua dimensi yang dikemukakan oleh Peter Bachrach dan Morton Baratz. Kubu kedua ini mengkritik kubu pluralis yang melihat kekuasaan dari satu dimensi saja yakni bagaimana seseorang menggunakan sumber-sumber kekuasaannya untuk mempengaruhi kebijakan sesuai dengan preferensinya. Menurut kubu kedua ini kekuasaan tidak hanya dilihat dari bagaimana seseorang menggunakan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan sesuai dengan preferensinya saja melainkan juga dapat dilihat dari dimensi bagaimana seorang elit menggunakan sumber-sumber kekuasaannya untuk menutup atau menghambat isu-isu atau kepentingan-kepentingan lain yang tidak menguntungkan bagi dirinya atau bahkan membahayakan dirinya.

Menurut Ratnawati dan Dwipayana (2005) poin sentral pada pendekatan dari kubu ini adalah bahwa pada tingkat mana seseorang atau kelompok secara sadar atau tidak menciptakan dan memperkokoh hambatan bagi munculnya konflik kebijakan dipermukaan, maka dapat dikatakan bahwa seseorang atau kelompok tersebut mempunyai kekuasaan.  Pendekatan ini menekankan pada kekuasaan dipraktekan atau digunakan dengan membatasi ruang lingkup dari pembuatan keputusan pada isu-isu yang relatif aman bagi mereka yang menggunakan kekuasaan tersebut. Isu politik terpenting dari kubu ini adalah mengidentifikasi isu potensial yang tidak mampu atau terhambat untuk diaktualkan.

Jadi pandangan kubu ini melihat kekuasaan dari dua dimensi yakni dimensi pertama melihat arena sebagai sebuah sistem terbuka dan walaupun distribusi kekuasaan tidak tersebar merata, akan tetapi tidak berpusat pada satu kelompok saja. Dimensi yang kedua adalah sistem ketidakmerataan yang monopolistik diciptakan dan dipertahankan oleh kelas dominator. Elite mempunyai kekuatan dan sumber daya untuk mencegah tindakan politik yang tidak menguntungkan mereka. Elite menentukan agenda untuk mempertahankan dominasinya.

Ketiga, Pendekatan Three dimension of power (Kubu Radikal)

Kubu radikal adalah kubu yang mengkritik pendekatan kubu kedua diatas. Pendekatan kubu radikal ini diungkapkan oleh Steven lukes dalam bukunya Power; A Radical view. Salah satu kritikan yang dikemukakan adalah pada dasarnya pendekatan ini tidak berbeda dengan pendekatan sebelumnya, yakni memfokuskan analisis pada sebuah konflik yang terlihat. Pendekatan ini melihat ketika tidak terjadi konflik, maka sudah terjadi sebuah konsensus atau alokasi sumber daya yang menyebabkan tidak terjadi sebuah konflik. Pendekatan pada kubu radikal ini menerangkan bahwasanya manipulasi dan kewenangan merupakan sebuah bentuk kekuasaan yang tidak perlu melibatkan konflik terbuka.

Menurut Ratnawati dan Dwipayana (2005) lukes tidak sepakat dengan konsepsi konflik aktual sebagai satu satunya bahan analisa sistem politik melainkan juga konflik laten dan potensial. Konflik laten terjadi dimana ketika tidak ada kesesuaian antara kepentingan penguasa dengan kepentingan riil dari mereka yang tidak terlibat dalam pembuatan keputusan. Ia tidak sepakat dengan pendapat yang menyatakan bahwa jika dalam masyarakat tidak ada konflik yang terbuka, maka disana tidak ada fenomena relasi kekuasaan. Menurut Lukes, pihak yang berkuasa mampu membuat pihak yang dikuasai tidak punya kekuatan untuk melakukan konfrontasi dengan cara yang sistemik. Sehingga kubu radikal ini menolak pandangan kaum pluralis yang melihat bahwa kepentingan pribadi adalah subjektif. Menurut Lukes kepentingan individu adalah hasil konstruksi dari adanya kekuasaan pihak lain.

Jadi dalam pandangan kubu radikal ini melihat kekuasaan dari tiga dimensi yakni Dimensi pertama, yaitu kekuasaan, dilihat dari perilaku dalam pengambilan keputusan dari sebuah isu yang terdapat konflik terbuka dari sebuah kepentingan subjektif. Dimensi kedua mencoba menjelaskan bagaimana proses pembuatan keputusan sedapat mungkin berangkat dari isu potensial yang didasarkan pada sebuah konflik terbuka dari sebuah kepentingan subjektif semata sehingga menyingkirkan atau menghambat isu-isu atau kepentingan yang tidak menguntungkan atau bahkan dapat membahayakan dirinya. Dimensi yang ketiga adalah bagaimana kekuasaat tidak hanya dilihat pada kondisi konflik aktual saja melainkan juga dilihat dalam konflik laten dan potensial. Dimana konflik aktual tidak terjadi karena pihak yang berkuasa mampu membuat pihak yang dikuasai tidak punya kekuatan untuk melakukan konfrontasi. Dalam dimensi ketiga ini terdapat sebuah proses bagaimana sebuah kelompok atau individu bukan hanya memperluas kekuasaan dan berusaha meloloskan kepentingan mereka, tetapi juga berusaha mempertahankan hegemoni yang telah dimiliki oleh kelompok atau individu.


Keempat, Pendekatan Four Dimension of Power (Kubu Realis)

Menurut Ratnawati dan Dwipayana (2005) Kubu realis yang dipelopori oleh Jefrey Isaac dan Ted Benton berpendapat bahwa analisis kekuasaan seharusnya menekankan bukan pada tingkah laku yang teratur melainkan pada hubungan sosial yang membentuk mereka. Analisis kekuasaan bukan pula diletakan pada individu-individu yang diantara mereka belum tentu mempunyai keterikatan, namun ditekankan pada kecenderungan yang sama.

Pendekatan four dimension of power ini menekankan analisa terhadap relasi struktural yang melibatkan lingkungan. Bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, diperlukan analisa terhadap aktor lain, karena terdapat relasi saling bergantung diantara banyak aktor. Tujuan-tujuan tersebut terintegrasi dalam kepentingan-kepentingan (real interest) yang berupa nilai, norma dan tujuan-tujuan yang ada dalam praktek sosial. Menurut Benton interest berbeda dengan preferences. Menurutnya keinginan, preferensi, kesenangan atau pilihan belum tentu menjadi interest seseorang. Baginya setiap aktor tidak mampu menjadi otonom. Kalau Lukes pada pendekatan Three dimension of power memahami kekuasaan berdasarkan sudut pandang ontologi dan metodologi individualisme, Benton mendasarkan pada sudut pandang metodologi relasionalisme, dimana individu adalah sebagai bagian dari lingkungan sosial.


Itulah bahasan kita kali ini tentang pengertian dan definisi kekuasaan serta dimensi-dimensi kekuasaan yang bisa menggambarkan apa sebenarnya kekuasaan itu sendiri. Semoga bermanfaat. 

Terimkasih sudah berkunjung, mari berdiskusi di blog kami. Kajian Politik itu seru dan dinamis. Jadi, lihatlah disekeliling anda, fenomena politik akan senantiasa kita jumpai.
EmoticonEmoticon