Saturday, October 21, 2017

Pengertian Konstitusiona dan Hak Kunstitusional

Konstitusionalisme merupakan pemikiran yang menghendaki pembatasan kekuasaan. Constitutionalism is a belief in imposition of restrains on government by means of a constitution
Konstitusioalisme adalah suatu keyakinan yang menghendaki pembatasan terhadap pemerintah melalui sebuah konstitusi.
Sebagai sebuah konsensus nasional, konstitusi yang juga merupakan produk politik telah menjadi pegangan dan acuan penyelenggaraan negara. Amandemen UUD Negara RI 1945 pada 1999-2002 semakin menegaskan paham konstitusional Negara RI.
Konstitusionalisme adalah paham penyelenggaraan negara yang berdasarkan konstitusi. Seluruh konsensus nasional Indonesia diikat dalam UUD Negara RI 1945.
Menurut Mc Ilwan, ada dua unsur fundamental dari paham konstitusionalisme, yaitu batas-batas hukum terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang dan pertanggungjawaban politik sepenuhnya dari pemerintah kepada yang diperintah
Meskipun ide konstitusionalisme berasal dari Barat tetapi pada perkembangannya ternyata dapat diterima hampir di seluruh dunia. Pengaruh Barat yang sering dianggap tidak sesuai dengan masyarakat setempat sehingga dianggap sebagai pengaruh negatif tidak berlaku untuk ide konstitusionalisme.
Menurut Abdulkadir Besar Konstitusionalisme merupakan komponen intergral dari pemerintahan demokratik. Tanpa memberlakukan konstitusionalisme pada dirinya, pemerintahan demokratik tidak mungkin terwujud.
Konstitusionalisme menurutnya memiliki dua arti yakni konstitusionalisme atri-statik dan arti-dinamik. konstitusionalisme artri-statik berkenaan dengan wujudnya sebagai ketentuan konstitusi yang meskipun bersifat normatif tetapi berkwalifikasi sebagai konsep dalam keadaan diam yang diinginkan untuk diwujukan.
Paham Konstitusionalisme dalam arti-statik yang terkandung dalam konstitusi, mengungkapkan bahwa konstitusi itu merupakan kontrak sosial yang didasari oleh ex ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya).
Sedangkan konstitusionalisme dalam arti-dinamik rumusannya bersifat partikal, menunjukan interaksi antar komponennya, tidak sekedar rumusan yang bersifat yuridik normatif.
Tetapi menurut Abdul Kadirbesar baik konstitusionalisme arti-dinamik bukanlah pengganti dari konstitusionalisme dalam arti-statik. Tiap konstitusi dari negara demokratik niscahaya mengandung konsep konstitusionalisme dalam arti-statik yang jenis pembatasannya berbentuk konsep keorganisasian negara dan ia merupakan salah satu komponen dari konstitusionalisme dalam arti-dinamik. Hal ini bererarti di dalam konstitusionalisme dalam arti-dinamik dengan sendirinya mencakup konstitusionalisme dalam arti-statik
Pasca-amandemen, Konstitusi RI juga telah semakin menegaskan bahwa Indonesia adalah negara konstitusional, dimana seluruh praktik penyelenggaraan negara harus tunduk dan patuh pada konstitusi. Amandemen juga secara normatif telah mengadopsi sebagian besar hak asasi manusia yang sebelumnya dicibir sebagai nilai dan norma impor yang resisten. Kini, nilai dan norma hak asasi manusia telah menjadi bagian integral hak-hak konstitusional warga negara. Adopsi jaminan hak asasi manusia dalam UUD Negara RI 1945 merupakan elemen terpenting dalam paham konstitusional Indonesia.
Norma-norma hak asasi manusia yang terhimpun dalam hukum internasional HAM seperti Kovenan Internasional Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya serta sejumlah konvensi HAM lainnya saat ini telah menjadi bagian dari produk hukum nasional melalui proses ratifikasi dan (semestinya) diikuti dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Pilihan politik ratifikasi dua kovenan induk dan sejumlah konvensi HAM, secara politik dan normatif telah memperkuat komitmen nasional pada penegakan HAM. Langkah politik ini pula telah sejalan dengan adopsi jaminan-jaminan hak yang ada di dalam UUD Negara RI 1945. Dengan demikian, sejatinya pula resistensi terhadap norma-norma HAM bisa dikikis karena norma-norma itu telah ditransformasikan ke dalam hak-hak konstitusional warga.
Louis Henkin (2000) menyatakan bahwa konstitusionalisme memi-liki elemen-elemen sebagai berikut:
¨pemerintah berdasarkan konstitusi (government according to the constitution );
¨Pemisahan kekuasaan (separation of power );
¨Kedaulatan rakyat dan pemerintahan yang demokratis (sovereignty of the people and democratic government );
¨Review atas konstitusi (constitutional review );
¨Independensi kekuasaan kehakiman (independent judiciary );
¨Pemerintah yang dibatasi oleh hak-hak individu (limited government subject to a bill of individual rights );
¨Pengawasan atas kepolisian (controlling the police );
¨Kontrol sipil atas militer (civilian control of the military ); and
¨Kekuasaan negara yang dibatasi oleh konstitusi (no state power, or very limited and strictly circumscribed state power, to suspend the operation of some parts of, or the entire, constitution ).
Konsensus dalam Konstitusionalisme
1.Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of goverment)
2.Kesepakatan  tentang The Rule of Law  sebagai landasan pemerintahan (the basic of government)
3.Kesepakatan tentang bentuk konstitusi dan prosedur ketatanegaraan (the form of institution and prosedures)
Hak Konstitusional
Sekalipun masih terbatas, Konstitusi RI telah menyediakan mekanisme yang justiciable dan enforceable bagi penegakan hak asasi manusia yang telah ditransformasikan menjadi hak konstitusional warga. Melalui MK, setiap warga negara yang dilanggar haknya oleh keberadaan sebuah UU dapat mempersoalkannya sehingga hak itu bisa kembali dinikmati. Demikian juga ketika sebuah peraturan perundang-undangan yang berada di bawah UU seperti peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan lain-lain diyakini bertentangan dengan Konstitusi, warga negara dapat mempersoalkannya ke Mahkamah Agung.
Peristiwa-peristiwa yang menimpa warga negara dan di dalamnya terkandung pelanggaran hak konstitusional, warga negara seharusnya bisa mempersoalkannya melalui mekanisme constitutional complaint ke MK. Selain melalui kepatuhan para penyelenggara negara untuk memproduksi berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan serta bertindak memberikan pelayanan publik, inilah jalan yang sebenarnya bagaimana seharusnya hak-hak konstitusional warga negara ditegakkan. Jalan ini pula yang dipahami dari karaker perdata, negara versus warga negara, dari produk hukum internasional HAM.
Hanya saja, terkait dengan pengujian Peraturan Perundang-undangan di bawah UU yang menjadi kewenangan MA, selama ini telah gagal menjadi sarana penegakan hak konstitusional warga karena selain hanya uji soal legalitas formal, MA juga tidak memiliki kewenangan menguji konstitusionalitas peraturan tersebut. Demikian juga terkait dengan constitutional complaint, secara normatif MK tidak diberi mandat untuk menyelesaikan soal ini.
Peringatan Hari Konstitusi dan rencana MPR RI yang mengamandemen kembali UUD Negara RI 1945 bisa menjadi kombinasi spirit dan peluang untuk menegaskan mekanisme-mekanisme penegakan hak konstitusional warga negara. Mengalihkan kewenangan uji materiil atas semua produk peraturan perundang-undangan ke MK jelas merupakan kebutuhan, karena selain MA yang gagal, yang utama adalah bahwa produk-produk hukum itu bukan saja cacat legal tapi juga mengidap soal konstitusional. Sementara menambah peran MK dengan kewenangan menyelesaikan perkaraconstitutional complaint adalah keniscayaan dari adopsi dari jaminan-jaminan konstitusional dalam Konstitusi RI.
Doktrin living constitution bukan saja membuka ruang koreksi dan evaluasi atas konstitusi tapi juga memastikan bagaimana konstitusi itu peka terhadap dinamika berbangsa dan bernegara. Berpikir bagaimana memastikan Konstitusi RI menjadi pelindung dan pemberdaya warga negara adalah refleksi kritis konstruktif di tengah perayaan Hari Konstitusi

Terimkasih sudah berkunjung, mari berdiskusi di blog kami. Kajian Politik itu seru dan dinamis. Jadi, lihatlah disekeliling anda, fenomena politik akan senantiasa kita jumpai.
EmoticonEmoticon