Media massa merupakan salah satu pilar pembentuk kokohnya sebuah negara demokrasi, dimana peranannya sangat penting sebagai anjing pengawas "watchdog" setiap kebijakan pemerintah dan rezim yang berkuasa. Selain itu peranan penting lainnya adalah penyebarluasan informasi kepada masyarakat luas terkait isu - isu terbaru di berbagai bidang yang menyangkut kepentingan umum masyarakat baik itu sosial, politik, budaya maupun ekonomi. Secara norma dan etika jurnalistik, posisi media diharapkan memberikan informasi yang objektif dan berimbang dalam memberitakan kepada khalayak luas. Akan tetapi media bisa saja bersifat subjektif disaat koorporasi media sudah menyisipkan framing dan kepentingan tertentu dalam setiap pemberitaannya.
Kejadian heboh terjadi beberapa hari ini dimana netizen yang setiap hari memenuhi ruang publik di media sosial dibuat geram terhadap isi pemberitaan dari salah satu media elektronik terkemuka di Indonesia, banyak cuitan di twitter, komentar & status di facebook dari para netizen yang menyatakan bahwa mereka sangat kecewa terhadap isi pemberitaan dari media tersebut yang selalu menyudutkan Islam. Hingga akhirnya terjadi akumulasi gejolak emosi yang mencetuskan aksi #BoikotMetroTV hingga menjadi viral dan trending topic di Indonesia bahkan dunia.
Kenapa ini bisa terjadi? Ada apa dengan pers di Indonesia? Secara history media di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari aktivitas politik, masih hangat dalam ingatan dimana pada era orde baru media cetak di brendel oleh rezim dan dicabut perizinannya seperti Tempo dll. Hubungan antara media dengan politik dapat dilihat sebagai suatu hal yang sangat menarik, terutama ketergantungan antara sumber berita dengan pihak yang memberitakan. Disisi lain hubungan itu cukup rawan jika para awak media tidak hati - hati dalam menjalankan tugas kewartawanannya secara professional sebab hal itu akan menimbulkan delik hukum.
Sebelum aksi #BoikotMetroTV terjadi, media tersebut memberitakan bahwa masyarakat jangan sampai menghalang - halangi peliputan jurnalistik karena itu adalah bentuk dari kebebasan pers. Statement tersebut dikarenakan pada tanggal 2 Desember 2012 terdapat insiden pengusiran dan penolakan wartawan MetroTV saat meliput aksi super damai 212, dimana biang keladi pengusiran tersebut karena reporter yang bertugas mengucapkan jumlah massa aksi "lima puluh ribu oran" lantas hal tersebut langsung menimbulkan reaksi berupa sorakan dari massa aksi, karena pada kenyataannya massa aksi super damai 212 pada saat itu lebih dari jutaan orang.
Pengusiran & Penolakan dari Massa Aksi terhadap salah satu wartawan Metro TV pada Aksi Super Damai 212 - Sumber Foto : Merdeka.com |
Media massa seharusnya tidak memanfaatkan istilah "kebebasan pers" untuk melakukan framing se-enaknya karena mereka pun harus tahu bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyeret media ke dalam delik hukum, berikut ini diantaranya :
- Arogransi profesi,
- Tidak menjaga privasi orang lain
- Memandang professi wartawan sebagai professi istimewa
- Melakukan malpraktik jurnalistik
- SDM yang tidak professional - tidak bisa membedakan mana yang seharusnya diberitakan dan mana yang seharusnya tidak diberitakan
- Melakukan karakter assasinnation
- Mengacaukan masyarakat atau membuat kegaduhan di masyarakat dengan isi berita yang disebarkan
- Menabrak UU pers dan etika jurnalistik
Analisa kita terhadap aksi #BoikotMetroTV oleh para netizen bisa kita indikasikan telah terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik, dimana isi berita yang selama ini disampaikan dianggap sebagai arogansi media semata dimana framming berita yang dibuat membunuh karakter salah satu golongan yakni islam, selain itu mungkin ini suatu bencuk luapan kekecewaan yang memuncak dari masyarakat karena setiap pemberitaan yang disampaikan selalu membuat kegaduhan dan keresahan serta isi berita yang tidak berimbang (tidak tau mana yang harusnya di beritakan mana yang tidak perlu diberitakan / isi berita bersifat subjektif tidak sesuai keadaan di lapangan). Lalu bagaimana langkah yang harus kita lakukan? Disini kita harus mencoba memberikan saran kepada stakeholder bangsa, bahwa media sangatlah penting bagi kemajuan demokrasi di suatu bangsa. Akan tetapi rawannya media terhadap aktivitas kepentingan politik itu haruslah diwaspadai, utamanya harus ada regulasi dimana media jangan sampai di koorporasi oleh suatu partai politik ataupun pimpinan partai politik / golongan tertentu. Selain itu, masyarakat pun harus bisa semakin selektif dalam menerima setiap informasi pemberitaan baik di media cetak, online maupun elektronik. Semoga ini bisa menjadi pembelajaran bagi media - media lain dalam melakukan aktivitas jurnalistiknya, karena mereka harus menyadari masyarakat kini semakin cerdas dan kritis.
Penulis : Yoghi Kurniawan Prathama, S.IP.
Terimkasih sudah berkunjung, mari berdiskusi di blog kami. Kajian Politik itu seru dan dinamis. Jadi, lihatlah disekeliling anda, fenomena politik akan senantiasa kita jumpai.
EmoticonEmoticon