Pada bahasan sebelumnya kita sudah membahas tentang teori pemisahan kekuasaan menurut John Locke. Dimana John Locke mengharuskan sebuah kekuasaan dipisahkan antara Legislatif, Eksekutif dan Federatif agar tidak terjadi kesewenang-wenangan atau abuse of power.
Maka pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari teori satu lagi dari salah seorang ilmuan politik yakni Montesquieu yang juga mengemukakan pendapatnya tentang teori pembagian kekuasaan atau kita mengenalnya TRIAS POLITIKA.
Montesquieu (nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya
setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum
opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748.
Sehubungan
dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis sebagai berikut : “Dalam
tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan legislatif; kekuasaan
eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan hukum antara bangsa;
dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang bergantung pada hukum sipil.
Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau magistrat mengeluarkan hukum yang telah
dikeluarkan. Dengan kekuasaan kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus
atau menerima duta, menetapkan keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan
invasi. Dengan kekuasaan ketiga, ia menghukum penjahat, atau memutuskan
pertikaian antar individu-individu. Yang akhir ini kita sebut kekuasaan
yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif negara.
Dengan
demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara-negara di dunia
saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep
Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep-konsep kekuasaan
lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur
Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Legislatif
Legislatif
adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini,
lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of
Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan
secara periodik dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui
apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub
beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking,
Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan
Representation.
Lawmaking
adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal
adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level
masyarakat.
Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk
bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya mewakili
antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang terpilih
tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak orang.
Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat, yang
harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota dewan.
Berat bukan ?
Supervision and Criticism Government, berarti fungsi
legislatif untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh
presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika terjadi
ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi ini, DPR melakukannya melalui acara
dengar pendapat, interpelasi, angket, maupun mengeluarkan mosi kepada
presiden/perdana menteri.
Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan
pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi
contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari
para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat
mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab,
hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar
televisi, surat kabar, ataupun internet.
Representation, merupakan fungsi dari anggota
legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia,
seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah,
ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara.
Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita bayangkan jika
konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh sesak dengan
300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur gedung itu.
Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang kurang peka
terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari masih banyaknya
demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif
adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif.
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state,
Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser
of appointments, dan Chief legislators.
Eksekutif
di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri.
Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana
Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan
seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang
bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan
memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian
konflik, dan sejenisnya.
Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan.
Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari.
Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain,
terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat
hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap
negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala
pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu Inggris, demikian
pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan dipegang oleh
Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala negara dan kepala
pemerintahan dipegang oleh Presiden.
Party Chief berarti seorang kepala eksekutif
sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi
sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut sistem
pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan
dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu.
Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil terkadang tidak
berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di Indonesia) menunjukkan
hal tersebut.
Gus
Dur berasal dari partai yang hanya memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi
ia menjadi presiden. Selain itu, di sistem pemerintahan parlementer, terdapat
hubungan yang sangat kuat antara eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang
eksekutif dipilih dari komposisi hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem
presidensil, pemilu untuk memilih anggota dewan dan untuk memilih presiden
terpisah.
Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan
bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan
bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki
latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan
dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah
orang bukan kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di era Gus Dur,
di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak digubris pihak
yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang banyak terjadi
di masa pemerintahannya.
Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai
duta-duta besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia. Dalam
pemikiran trias politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan
untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi
kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar
untuk beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk
menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam
fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun
anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana
menteri.
Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk
mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat
undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara
dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang
oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui
oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi
Kekuasaan Yudikatif
KekuasaanYudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas
setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan
kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense,
misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian,
warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran
kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi
negara); International law (perjanjian internasional).
Criminal
Law, penyelesaiannya biasanya dipegang
oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan
Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah
Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan
Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh
Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara
mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian
sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di
Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi,
dan sejenisnya.
International Law, tidak diselesaikan oleh badan
yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).