Friday, December 11, 2015

Corak Pemikiran Ibnu Khaldun


Berbicara mengenai pemikiran seorang tokoh, maka kita tidak bisa melepaskan diri dari dua hal yaitu epistimologi dan teori. Secara garis besar ada dua aliran pokok dalam epistemologi. Pertama adalah idealisme atau lebih populer dengan sebutan rasionalism, yaitu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya akal, idea sebagai sumber ilmu pengetahuan, peran panca indera dinomor duakan. Sedang aliran yang kedua adalah realism atau empiricism yang lebih menekankan pancaindera sebagai sumber sekaligus alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan., sedang peran akal dinomorduakan Dalam sejarah filsafat, Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) merupakan prototype cikal bakal pergumulan antara kedua aliran tersebut. Lalu dimanakan posisi Ibnu Khaldun diantara dua aliran tersebut?.

Idealisme dan realisme adalah bentuk–bentuk gaya berfikir atau dengan menggunakan istilah thougt style. Seringkali konsep tersebut dipertentangkan dan seakan akan keduanya tidak bisa didamaikan. Ibnu Khaldun menganggap kedua-duanya sama pentingnya. Baginya apa yang harus terjadi sebenarnya sama dengan apa yang ada. Namun keduanya harus dipisahkan, masing-masing harus ditempatkan pada tempatnya tersendiri dan dijaga dari percampuradukan oleh bidang lain.

Ibnu Khaldun hidup di abad ke-14, dalam setiap pemikiranya tidak bisa lepas dari keadaan masanya, ia dipandang sebagai pemikir yang realis dan rasionalis, pemikirannya begitu rasional disamping tidak mengabaikan naql. Pada dirinya terdapat perpaduan antara rasio dan naql yang serasi. Menurut beberapa penulis, ibnu khaldun adalah pengikut al-Ghazali, dan menurut sebagian yang lain ia merupakan pengikut Ibnu Rusyd. Dengan kombinasi untuk dari kedua corak pemikiran ini yang telah ada sebelumnya Ibnu Khaldun membangun teori yang sangat modern.

Dalam karyanya Muqaddimah, Ibnu Khaldun membangun logika-logika yang realistik, sebagaimana pengganti logika lama yang sangat idealistik. Ibnu Khaldun berbeda dengan Machiavelli, sekalipun mereka membedakan diri dari intelektual sezaman mereka, terutama dalam menghadapi peristiwa sosial sebagai kerangka acuan yang benar-benar realistis. Machaivelli menolak idealisme dan menerima realisme, sedangkan Ibnu Khaldun tidak meremehkan makna sesuatu yang ideal dan relegius. Yang paling tidak disukainya adalah campur tangan idealisme agama dalam masalah-masalah kehidupan yang nyata.

Dari sini terlihat dengan jelas karakteristik pemikirannya yang realistik dan melepaskan pengaruh idealistik dalam memahami fenomena kemasyarakatan

Terimkasih sudah berkunjung, mari berdiskusi di blog kami. Kajian Politik itu seru dan dinamis. Jadi, lihatlah disekeliling anda, fenomena politik akan senantiasa kita jumpai.
EmoticonEmoticon